1. Definisi Psikoterapi
Menurut Prawitasari
JE (dalam Widyawati, 2013) istilah psikoterapi berasal dari dua kata, yaitu
psiko dan terapi. Psiko artinya kejiwaan atau mental terapi adalah penyembuhan
atau usada. Jadi, kalau dibahasa Indonesiakan psikoterapi mungkin dapat disebut
penyembuhan jiwa atau penyembuhan mental Definisi psikoterapi memang sulit diberikan. Hanya secara umum
bahwa psikoterapi atau usada jiwa adalah proses formal interaksi antara dua
pihak atau lebih. Yang satu adalah sebagai profesional penolong dan yang lain
adalah petolong (orang yang ditolong) dengan catatan bahwa interaksi itu menuju
pada perubahan atau penyembuhan. Perubahan itu dapat berupa perubahan rasa,
pikiran, perilaku, kebiasaan yang ditimbulkan dengan adanya tindakan
profesional penolong dengan latar ilmu perilaku dan teknik-teknik usada yang
dikembangkannya. Psikoterapi dalam ilmu perilaku harus dilandasi dengan data
yang ditemukan selama proses wawancara.
Psikoterapi juga bisa dikatakan suatu proses professional dengan
kode etik tertentu. Jadi kalau mahasiswa bertemu dan ada temannya yang ingin
konsultasi terus mahasiswa tersebut memberitahu cara pemecahannya langsung saat
itu tanpa asesmen yang adekuat, hal itu tidak dapat dikatakan sebagai konseling
ataupun psikoterapi. Ada aturan-aturan tertentu kalau proses itu disebut
psikoterapi. Antara lain aturan itu menyangkut biaya, waktu, tempat, alat-alat
yang digunakan, teknik-teknik yang diterapkan, landasan teori yang mendasari proses
terapi. Jadi kalau suatu interaksi antar teman jelas bukan proses terapi atau
konseling, meskipun mungkin interaksi tersebut membawa perubahan.
2.
Tujuan Psikoterapi
Menurut Prawitasari JE (dalam Widyawati, 2013) tujuan yang ingin
dicapai dalam psikoterapi biasanya meliputi beberapa aspek dalam kehidupan
manusia seperti dibawah ini :
a. Memperkuat motivasi untuk melakukan hal-hal yang benar. Tujuan
ini biasanya dilakukan melalui terapi yang sifatnya direktif dan suportif.
Persuasi dengan segala cara dari nasehat sederhana sampai pada hipnosis
digunakan untuk menolong orang bertindak dengan cara yang tepat.
b. Mengurangi tekanan emosi melalui kesempatan untuk
mengekspresikan perasaan yang mendalam. Fokus di sini adalah adanya katarsis.
Inilah yang disebut mengalami bukan hanya membicarakan pengalaman emosi yang
mendalam. Dengan mengulang pengalaman ini dan mengekspresikannya akan
menimbulkan pengalaman baru.
c. Membantu klien mengembangkan potensinya. Melalui hubungannya
dengan terapis, klien diharapkan dapat mengembangkan potensinya. Ia akan mampu
melepaskan diri dari fiksasi yang dialaminya. Ataupun ia akan menemukan bahwa
dirinya mampu berkembang ke arah yang lebih positif.
d. Mengubah kebiasaan. Terapi memberikan kesempatan untuk perubahan
perilaku. Tugas terapiutik adalah menyiapkan situasi belajar baru yang
digunakan untuk mengganti kebiasaan-kebiasaan yang kurang adaptif. Pendekatan
perlakuan ini sering digunakan dalam mencapai tujuan ini.
e. Mengubah struktur kognitif individu. Struktur kognitif menggambarkan
idenya mengenai dirinya sendiri maupun dunia di sekitarnya. Masalah muncul
biasanya karena terjadi kesenjangan antara struktur kognitif individu dengan
kenyataan yang dihadapinya. Untuk itu struktur kognitif perlu diubah untuk
menyesuaikan dengan kondisi yang ada.
f.
Meningkatkan pengetahuan dan
kapasitas untuk mengambil keputusan dengan tepat. Tujuan ini hampir sama dengan
tujuan konseling.
g. Meningkatkan pengetahuan diri. Terapi ini biasanya menuntun
individu untuk lebih mengerti akan apa yang dirasakan, dipikirkan, dan
dilakukannya. Ia juga akan mengerti mengapa ia melakukan suatu tindakan
tertentu. Kesadaran dirinya ini penting sehingga ia akan lebih rasional dalam
menentukan langkah selanjutnya. Apa yang dulunya tidak disadarinya menjadi
lebih disadarinya sehingga ia tahu akan konflik-konfliknya dan dapat mengambil
keputusan dengan lebih tepat.
h. Meningkatkan hubungan antar pribadi. Konflik yang dialami
manusia biasanya tidak hanya konflik intrapersonal tetapi juga interpersonal.
Manusia sejak lahir sampai mati membutuhkan manusia lain, sehingga ia akan
banyak tergantung dengan orang-orang penting dalam hidupnya. Dalam terapi
individu dapat berlatih kembali untuk meningkatkan hubungannya dengan orang
lain sehingga ia akan dapat hidup lebih sejahtera. Ia mampu berhubungan lebih
efektif dengan orang lain. Terapi kelompok memberikan kesempatan bagi individu
untuk meningkatkan hubungan antar pribadi ini.
i.
Mengubah lingkungan sosial
individu. Hal ini dilakukan terutama terapi untuk anakanak. Anak yang bermasalah
biasanya hidup dalam lingkungan yang kurang sehat. Untuk itu terapi ditujukan
untuk orang tua dan lingkungan sosial di mana anak berada. Terapi yang
berorientasi pada sistem banyak digunakan untuk memperbaiki lingkungan sosial
individu.
j.
Mengubah proses somatik supaya
mengurangi rasa sakit dan meningkatkan kesadaran individu. Latihan relaksasi
misalnya dapat digunakan untuk mengurangi kecemasan. Latihan senam yoga, maupun
menari dapat digunakan untuk mengendalikan ketegangan tubuh.
k. Mengubah status kesadaran untuk mengembangkan kesadaran,
kontrol, dan kreativitas diri. Mengartikan mimpi, fantasi perlu untuk
mengartikan akan apa yang dialaminya. Demikian juga meditasi dapat mempertajam
penginderaan individu.
Tujuan-tujuan terapi di atas biasanya saling mengait satu sama
lainnya. Itu bukan berdiri sendiri-sendiri. Misalnya latihan tubuh
dikombinasikan dengan latihan meditasi. Mengembangkan potensi dapat
dikombinasikan dengan pemecahan masalah.
3.
Unsur Psikoterapi
Dalam psikoterapi terdapat delapan “parameter pengaruh”
dasar yang mencakup unsusr-unsur lazim yang dikemukakan oleh Masserman (dalam
Maulany, 1997), yaitu :
a.
Peranan Sosial
(“Martabat”) psikoterapis
b.
Hubungan
(persekutuan terapeutik)
c.
Hak
d.
Retrospeksi
e.
Re-edukasi
f.
rehabilitasi
g.
Resosialisasi
h.
Rekapitulasi
4. Perbedaan Psikoterapi dan Konseling
Psikoterapi adalah terapi atau pengobatan yang menggunakan
cara-cara psikologik, dilakukan oleh seseorang yang terlatih khusus, yang
menjalin hubungan kerjasama secara profesional dengan seorang pasien dengan
tujuan untuk menghilangkan, mengubah atau menghambat gejala-gejala dan
penderitaan akibat penyakit. Definisi yang lain yaitu bahwa psikoterapi adalah
cara-cara atau pendekatan yang menggunakan teknik-teknik psikologik untuk
menghadapi ketidakserasian atau gangguan mental.
Psikoterapi disebut sebagai pengobatan, karena merupakan suatu
bentuk intervensi, dengan berbagai macam cara dan metode - yang bersifat
psikologik - untuk tujuan yang telah disebutkan di atas, sehingga psikoterapi
merupakan salah satu bentuk terapi atau pengobatan disamping bentuk-bentuk
lainnya dalam ilmu kedokteran jiwa khususnya, dan ilmu kedokteran pada
umumnya.
Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya, talking cures telah digunakan orang sejak berabad yang lalu. Misalnya,
Soranus dari Ephesus, seorang dokter pada abad pertama Masehi, menggunakan
percakapan atau pembicaraan untuk pasien-pasiennya dan mengubah ide-ide yang
irasional dari pasien depresi. Kini, dalam terapi kognitif (salah satu jenis
psikoterapi), terapis menelusuri cara berpikir yang irasional pada
pasien-pasien depresi dan membimbing mereka agar kemudian dapat mengatasinya
sendiri.
Bermula dari Sigmund Freud, pada akhir abad ke-sembilanbelas, yang
memaparkan teori psikoanalisisnya, psikoterapi kian berkembang hingga kini.
Teknik dan metode yang dicetuskan oleh Freud dapat dikatakan merupakan dasar
dari psikoterapi, yang tampaknya, dalam praktek sehari-hari masih tetap
digunakan sebagai dasar, apa pun teori yang dianut atau menjadi landasan atau
pegangan bagi seseorang yang melakukan psikoterapi .
Sedangkan konseling menurut para ahli sebetulnya tidak termasuk
psikoterapi, karena tidak memenuhi kriteria dan batasannya, antara lain teknik,
tujuan dan orang yang melakukannya, walaupun hubungan yang terjadi di dalamnya
juga merupakan “the helping
relationships”. Konseling bukan
hanya hubungan profesional antara dokter-pasien, tetapi dapat dilakukan dalam
berb agai bidang profesi, misalnya guru, pengacara, penasehat keuangan,
dsb.
Konseling
merupakan proses membantu seseorang untuk belajar menyelesaikan masalah
interpersonal, emosional dan memutuskan hal tertentu.
·
Fokus pada masalah klien atau pasien.
·
Percakapannya merupakan percakapan dua arah.
·
Bentuknya
terstruktur, yaitu terdiri atas: menyambut, membahas, membantu
menetapkan pilihan, mengingatkan.
·
Bertujuan membantu klien untuk mengenal dirinya,
memahami permasalahannya, melihat peluang dan mencari alternatif
penyelesaiannya.
·
Memerlukan kemampuan melakukan komunikasi
interpersonal. Konseling dilakukan dalam suasana yang menjamin rasa aman dan
nyaman
Terdapat dua tipe konseling:
a. Pengarahan untuk mengatasi
kesulitan pengambilan keputusan
b. Konseling untuk membantu seseorang
dalam suatu pilihan
yang vital
5. Proses
Psikoterapi Melakukan Berbagai Pendekatan terhadap Mental Illness
Menurut
J.P. Chaplin ada beberapa pendekatan psikoterapi terhadap mental
illness, diantaranya:
a.
Biological
Meliputi keadaan mental organik, penyakit afektif, psikosis dan penyalahgunaan zat. Menurut Dr. John Grey, Psikiater Amerika (1854) pendekatan ini lebih manusiawi. Pendapat yang berkembang waktu itu adalah penyakit mental disebabkan karena kurangnya insulin.
Meliputi keadaan mental organik, penyakit afektif, psikosis dan penyalahgunaan zat. Menurut Dr. John Grey, Psikiater Amerika (1854) pendekatan ini lebih manusiawi. Pendapat yang berkembang waktu itu adalah penyakit mental disebabkan karena kurangnya insulin.
b.
Psychological
Meliputi suatu peristiwa pencetus dan efeknya terhadap perfungsian yang buruk, sekuel pasca-traumatic, kesedihan yang tak terselesaikan, krisis perkembangan, gangguan pikiran dan respon emosional penuh stres yang ditimbulkan. Selain itu pendekatan ini juga meliputi pengaruh sosial, ketidakmampuan individu berinteraksi dengan lingkungan dan hambatan pertumbuhan sepanjang hidup individu.
Meliputi suatu peristiwa pencetus dan efeknya terhadap perfungsian yang buruk, sekuel pasca-traumatic, kesedihan yang tak terselesaikan, krisis perkembangan, gangguan pikiran dan respon emosional penuh stres yang ditimbulkan. Selain itu pendekatan ini juga meliputi pengaruh sosial, ketidakmampuan individu berinteraksi dengan lingkungan dan hambatan pertumbuhan sepanjang hidup individu.
c.
Sosiological
Meliputi kesukaran pada sistem dukungan sosial, makna sosial atau budaya dari gejala dan masalah keluarga. Dalam pendekatan ini harus mempertimbangkan pengaruh proses-proses sosialisasi yang berlatarbelakangkan kondisi sosio-budaya tertentu.
Meliputi kesukaran pada sistem dukungan sosial, makna sosial atau budaya dari gejala dan masalah keluarga. Dalam pendekatan ini harus mempertimbangkan pengaruh proses-proses sosialisasi yang berlatarbelakangkan kondisi sosio-budaya tertentu.
d.
Philosophic
Kepercayaan terhadap martabat dan harga diri seseorang dan kebebasan diri seseorang untuk menentukan nilai dan keinginannya. Dalam pendekatan ini dasar falsafahnya tetap ada, yakni menghagai sistem nilai yang dimiliki oleh klien, sehingga tidak ada istilah keharusan atau pemaksaan.
Kepercayaan terhadap martabat dan harga diri seseorang dan kebebasan diri seseorang untuk menentukan nilai dan keinginannya. Dalam pendekatan ini dasar falsafahnya tetap ada, yakni menghagai sistem nilai yang dimiliki oleh klien, sehingga tidak ada istilah keharusan atau pemaksaan.
6. Bentuk-Bentuk
Utama dari Terapi
a.
Terapi Suportif
Terapi ini dapat diterapkan pada pasien yang mengalami
penyakit-penyakit kronis. Misalnya pada penderita penyakit diabetis melitus
tipe I, yang disebut IDDM (Insulin Dependant Diabetis Melitus) yang
harus menyuntikkan insulin ke dalam tubuhnya sendiri. Tugas yang kadang rutin
yang harus terus menerus dilaksanakan ini kadang menimbulkan stres dan
kejenuhan. Demikian juga diabetis tipe II, yang disebut NIDDM (Non-insulin
Dependant Diabtes Melitus) yang harus melaksanakan diet makanan dengan
ketat untuk mengatur kadar gula dalam darah mereka. Dengan terapi supportive
mereka akan dapat terus melaksanakan tugas dengan baik.
Lebih jauh terapi suportif ini sangat penting diberikan pada
pasien pasca stroke, dimana mereka mengalami kelumpuhan tubuh. Pasien
memerlukan penyesuaian diri menghadapi ketidakberdayaan fisiknya yang
kemungkinan besar akan mempengaruhi kehidupan karier maupun kehidupan
sosialnya, seperti timbulnya rasa malu dan rasa tidak berharga.
b. Relaksasi
dan Meditasi
Terapi relaksasi dan meditasi ini bertujuan untuk mengendorkan
otot-otot dan mencapai kondisi rileks, yang oleh Benson (2000) disebut sebagai
relaxation response. Kondisi rileks ini sangat dibutuhkan bagi tubuh untuk
mencapai kondisi “istirahat” yang akan mempengaruhi fungsi alat-alat tubuh yang
lain. Beberapa penelitian menyebutkan bahwa relaksasi dan terutam meditasi
merupakan sebuah metode anastesi alamiah. Terapi relaksasi dan meditasi banyak
digunakan pada pasien yang mengalami penyakit yang terkait dengan stres,
misalnya penyakit jantung koroner, asma, tekanan darah tinggi, chronic pain,
maupun kanker.
c.
Terapi
eksistensial
Terapi ini bertujuan untuk membantu pasien menemukan makna hidup
mereka. Terapi ini sangat penting bagi pasien yang menglami penyakit kronis
seperti kanker maupun gagal ginjal. Penyakit-penyakit ini pada umumnya sulit
untuk disembuhkan, sehingga pasien pada umumnya merasa bahwa mereka akan segera
meninggal dunia. Dalam terapi eksistensial, pasien dianjurkan tidak terlalu
memikirkan penyakitnya, tetapi lebih memusatkan perhatian pada apa yang bisa
mereka lakukan untuk mengisi kesempatan hidup yang masih ada. Misalnya dengan
memberikan bantuan kepada orang lain, bersedekah, menyantuni anak yatim dsbnya.
Dengan demikian pasien merasa hidupnya lebih bermakna.
d. Kognitif
Terapi
Terapi ini bertujuan untuk merubah pemikiran-pemikiran pasien yang
negatif sehubungan dengan penyakit yang diderita. Pikiran yang negatif ini akan
menimbulkan reaksi emosi yang negatif, misalnya marah, takut, cemas, sedih
dsbnya. Emosi-emosi ini pada umumnya akan memperparah kondisi pasien.
e. Terapi
keluarga
Terapi keluarga bertujuan untuk memperbaiki suasana emosional
dalam keluarga. Ketika seseorang mengalami penyakit yang berat, pada umumnya
dampaknya tidak hanya ada pada pasien saja, tapi juga pada anggota keluarga
yang lain. Misalnya pasien yang menderita stroke maupun diabetes melitus akan
mempengaruhi kehidupan seluruh keluarga. Seluruh anggota keluarga harus ikut
merawatnya dn menjaga suasana emosi dalam keluarga. Kalau tidak, penyakit
tersebut akan lebih mudah kambuh.
Sumber :
-
http://ojs.unud.ac.id/index.php/eum/article/view/7345/5564
-
fk.unisba.ac.id/resource/content_file/950e131f69e43be781dab09b62d9d245.pdf
-
Prof. DR. H. Muhammad Surya. (2003). Buku Psikologi Konseling. Bandung: Pustaka Bani Quraisy.
-
Chaplin, J.P. (2006). Kamus Lengkap Psikologi. Jakarta:
RajaGrafindo Persada.
-
digilib.uin-suka.ac.id/2762/1/BAB%20I,%20V.pdf
GUSTIA RAHMI
13511117
3 PA 08
0 komentar:
Posting Komentar