PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Undang-undang
No 3 tahun 1966 menyatakan bahwa kesehatan jiwa adalah suatu kondisi yang
memungkinkan perkembangan fisik, intelektual dan emosional yang optimal dari
seseorang dan perkembangan itu berjalan selaras dengan keadaan orang lain (dalam
Istiana, Keliat & Nuraini, 2011).
Berbagai
terapi yang dapat diberikan perawat kepada anggota keluarga berupa terapi
keluarga, terapi kelompok seperti edukasi kelompok, psikoedukasi kelompok,
terapi supportif, dan terapi kelompok terapeutik (Stuart & Laraia, 2005
dalam Istiana, Keliat & Nuraini, 2011). Salah satu terapi kelompok yang
diberikan adalah Terapi Kelompok Terapeutik (TKT). Terapi kelompok membantu
anggotanya mencegah masalah kesehatan, mendidik dan mengembangkan potensi
anggota kelompok dan meningkatan kualitas antar anggota kelompok untuk
mengatasi masalah dalam kehidupan (dalam Istiana, Keliat & Nuraini, 2011).
Terapi ini diberikan pada semua tingkat usia sesuai dengan tahap tumbuh
kembangnya dan dapat dilakukan secara berkelompok maupun indvidu bertujuan
menstimulasi perkembangan secara individu.
B. Tujuan Penulisan
1.
Tujuan Umum
Tujuan
umum penulisan makalah ini adalah untuk membahas tentang terapi kelompok.
2.
Tujuan Khusus
Tujuan
khusus penulisan makalah ini adalah untuk melengkapi tugas mata kuliah
Psikoterapi.
C. Manfaat Penulisan
Penulisan
makalah ini diharapkan dapat menambah pengetahuan masyarakat umum tentang
terapi kelompok.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Terapi Kelompok
Terapi
kelompok merupakan suatu psikoterapi yang dilakukan sekelompok pasien
bersama-sama dengan jalan berdiskusi satu sama lain yang dipimpin atau diarahkan
oleh seorang therapist atau petugas
kesehatan jiwa yang telah terlatih (Pedoman Rehabilitasi Pasien Mental Rumah
Sakit Jiwa di Indonesia dalam Sitohang, 2011).
Terapi
kelompok adalah terapi psikologi yang dilakukan secara kelompok untuk
memberikan stimulasi bagi pasien dengan gangguan interpersonal (Yosep dalam
Sitohang, 2011).
Terapi
Kelompok adalah bentuk terapi yang melibatkan satu kelompok dari pertemuan yang
telah direncanakan oleh seorang terapis yang ahli untuk memfokuskan pada satu
atau lebih dalam hal:
1.
Kesadaran dan pengertian diri sendiri.
2.
Memperbaiki hubungan interpersonal.
3.
Perubahan tingkah laku.
Dari
beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa terapi kelompok adalah
suatu psikoterapi secara kelompok untuk memberikan stimulasi bagi pasien
di mana pertemuan
telah direncanakan oleh seorang terapis yang ahli untuk memfokuskan terhadap
tujuan terapi.
B. Manfaat
Menurut Yosep
(dalam Sitohang, 2011) terapi aktivitas kelompok mempunyai manfaat:
1.
Umum
a.
Meningkatkan kemampuan menguji kenyataan (reality testing) melalui komunikasi dan
umpan balik dengan atau dari orang lain.
b.
Membentuk sosialisasi
c.
Meningkatkan fungsi psikologis, yaitu meningkatkan
kesadaran tentang hubungan antara reaksi emosional diri sendiri dengan perilaku
defensive (bertahan terhadap stress)
dan adaptasi.
d.
Membangkitkan motivasi bagi kemajuan fungsi-fungsi
psikologis seperti kognitif dan afektif.
2. Khusus
a.
Meningkatkan identitas diri.
b.
Menyalurkan emosi secara konstruktif.
c.
Meningkatkan keterampilan hubungan sosial untuk
diterapkan sehari-hari.
d. Bersifat rehabilitatif: meningkatkan kemampuan
ekspresi diri, keterampilan sosial, kepercayaan diri, kemampuan empati, dan
meningkatkan kemampuan tentang masalah-masalah kehidupan dan pemecahannya.
C. Tahapan Terapi Kelompok
Kelompok
sama dengan individu, mempunyai kapasitas untuk tumbuh dan berkembang. Kelompok
akan berkembang melalui empat fase, yaitu: Fase pra-kelompok; fase awal
kelompok; fase kerja kelompok; fase terminasi kelompok (Stuart & Laraia,
2001 dalam Sihotang, 2011).
1.
Fase Prakelompok
Dimulai
dengan membuat tujuan, menentukan leader, jumlah anggota, kriteria anggota,
tempat dan waktu kegiatan, media yang digunakan. Menurut Dr. Wartono (dalam
Sihotang, 2011) jumlah anggota kelompok yang ideal dengan cara verbalisasi biasanya
7-8 orang. Sedangkan jumlah minimum 4 dan maksimum 10. Kriteria anggota yang me
menuhi syarat untuk mengikuti terapi kelompok adalah sudah punya diagnosa yang
jelas, tidak terlalu gelisah, tidak agresif, waham tidak terlalu berat (Yosep
dalam Sihotang, 2011).
2.
Fase Awal Kelompok
Fase ini
ditandai dengan ansietas karena masuknya kelompok baru, dan peran baru. Yalom
(dalam Sihotang, 2011) membagi fase ini menjadi tiga fase, yaitu orientasi,
konflik, dan kohesif. Sementara Tukman (dalam Sihotang, 2011) juga membaginya
dalam tiga fase, yaitu forming, storming, dan norming.
a.
Tahap orientasi Anggota mulai mencoba mengembangkan
sistem sosial masing-masing, leader menunjukkan rencana terapi dan menyepakati
kontrak dengan anggota.
b.
Tahap konflik Merupakan masa sulit dalam proses
kelompok. Pemimpin perlu memfasilitasi ungkapan perasaan, baik positif maupun
negatif dan membantu kelompok mengenali penyebab konflik. Serta mencegah
perilaku perilaku yang tidak produktif (Purwaningsih & Karlina dalam
Sihotang, 2011).
c.
Tahap kohesif Anggota kelompok merasa bebas membuka diri
tentang informasi dan lebih intim satu sama lain (Keliat dalam Sihotang, 2011).
3.
Fase Kerja
Kelompok
Pada fase
ini, kelompok sudah menjadi tim. Kelompok menjadi stabil dan realistis (Keliat
dalam Sihotang, 2011). Pada akhir fase
ini, anggota kelompok menyadari produktivitas
dan kemampuan yang bertambah disertai percaya diri dan kemandirian (Yosep dalam
Sihotang, 2011).
4.
Fase Terminasi
Terminasi
yang sukses ditandai oleh perasaan puas dan pengalaman kelompok akan digunakan
secara individual pada kehidupan sehari-hari. Terminasi dapat bersifat
sementara (temporal) atau akhir (Keliat dalam Sihotang, 2011).
D. Bentuk-bentuk Terapi Kelompok
Terapi
kelompok terdiri atas beberapa bentuk, sebagian besar berasal dari jenis-jenis
terapi individual yaitu:
1. Kelompok
eksplorasi interpersonal
Tujuannya
adalah mengembangkan kesadaran diri tentang gaya hubungan interpersonal melalui
umpan balik korektif dari anggota kelompok yang lain. Pasien diterima dan
didukung oleh kerena itu, utuk meningkatkan harga diri, tipe ini yang paling
umum dilakukan.
2. Kelompok
Bimbingan-Inspirasi
Kelompok
yang sangat terstruktur, kosesif, mendukung, yang meminimalkan pentingnya dan
memaksimalkan nilai diskusi di dalam kelompok dan persahabatan. Kelompoknya
mungkin saja besar, anggota kelompok dipilih sering kali kerena mereka mempunyai
problem yang sama.
3. Terapi
Berorientasi Psikoanalitik
Suatu
tehnik kelompok dengan struktur yang longgar, terapis melakukan interprestasi
tentang konflik yang disadari pasien dan memprosesnya dari obserpasi
interaksi antar anggota kelompok. Sebagian besar terapi kelompok yang sukses
tampaknya bergantung lebih pada pengalaman, sensitivitas, kehangatan, dan
kharisma pemimpin kelompok dari pada orientasi teori yang dianut (Tomg dalam
Ahmad, 2012).
Berbagai masalah dalam kelompok untuk
mengembangkan kepercayaan diri, sensitifitas, dan keterampilan sosial. Terdapat
penekanan pada hubungan timbal balik antar anggota kelompok yang difasilitasi
oleh ahli terapi. Terapi kelompok dapat berlangsung terus menerus atau terbatas
waktu (Hibbert dalam Ahmad, 2012).
E. Kuesioner Kepuasan Anggota Kelompok
Di
bawah ini diberikan satu contoh kuesioner untuk mengukur kepuasan seseorang
terhadap kelompok yang dia ikuti. Kuesioner ini bisa digunakan oleh pekerja
sosial dalam proses asesmen atau penggalian masalah dan kebutuhan klien dalam
kegiatan Terapi Kelompok (Zastrow, 1999). Pilihan jawaban dari atas ke bawah
menunjukkan tingkat kepuasan anggota kelompok yang bisa diberi skor secara
berjenjang dari 4 hingga 1 atau 0. Skor jawaban yang tinggi menunjukkan tingkat
kepuasan yang tinggi, kep[uasan anggota kelompok dikategorikan tinggi jika
berada diantara skor 10 s/d 14; skor sedang sekitar 5 s/d 9 dan rendah jika
memiliki skor di bawah 5.
Pekerja sosial
dapat memberi pengantar atau petunjuk sebagai berikut : mohon anda dapat
mengevaluasi pengalaman-pengalaman yang dialami anda di dalam kelompok yang
anda ikuti. Silahkan anda memberi tanda silang (X) pada pilihan jawaban yang
tersedia. Jawaban-jawaban anda terhadap kuesioner ringkas ini akan membantu
kami dalam memperbaiki kelompok-kelompok di masa yang akan datang. Guna
menjamin kerahasiaan, anda tidak perlu mencantumkan nama dan indentitas anda
lainnya.
1. Apakah
anda dapat mencapai harapan-harapan anda dengan bergabung dengan kelompok ini?
___
Ya, sepenuhnya
___
Sebagian besar
___
Tidak ada kemajuan berarti
___
Semakin memburuk dari sebelumnya
Komentar lain:
2. Anda
merasa bahwa kelompok ini dapat mencapa tujuan-tujuannya?
___
Ya, sepenuhnya
___
Sebagian besar
___
Tidak ada kemajuan berarti
___
Kelompok ini melakukan kesalahan fatal
Komentar lain:
3. Bagaimana
perasaan anda berkenaan dengan pemimpin kelompok ini?
___ Sangat rnernuaskan
___ Memuaskan
___ Biasa-biasa saja, tidak ada perasaan
apa pun
___ Tidak memuaskan
___ Sangat tidak memuaskan
Komentar lain:
4. Bagaimana
perasaan anda terhadap anggota lain dari kelompok ini?
___
Puas dengan siapa saja
___
Puas dengan sebagian, tidak puas dengan sebagian lainnya
___
Biasa-biasa saja, tidak ada perasaan apapun
___
Tidak puas dengan sebagian besar anggota kelompok ini
___
Tidak puas dengan semua anggota kelompok ini
Komentar lain:
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Terapi kelompok
adalah suatu metode khusus yang memberikan kesempatan-kesempatan kepada
individu-individu dan kelompok-kelompok untuk tumbuh dalam seting-seting
fungsional, pekerjaan sosial, rekreasi dan pendidikan. Terapi kelompok dapat
digunakan utuk ranah klinis, pendidikan sampai industri sesuai dengan tujuan
diadakannya terapi dengan tetap memperhatikan prinsip dan proses berjalannya
terapi.
Tahapan terapi kelompok terdiri
dari, fase prakelompok, fase awal kelompok; tahap orientasi, tahap konflik, tahap
kohesif, fase kerja kelompok, dan fase terminasi
Bentuk-bentuk terapi
kelompok terdiri atas, kelompok eksplorasi interpersonal, kelompok bimbingan-inspirasi,
serta terapi berorientasi psikoanalitik. Sebelum terapi diputuskan selesai,
para anggota diminta untuk mengisi kuesioner demi keputusan hasil akhir dari
terapi kelompok.
Contoh kasus 1
Anak
sekolah di Sekolah Dasar Negeri wilayah Kelurahan Depok (SDN Depok 3 dan SDN
Depok 4) dan Depok Jaya (SDN Depok Baru 4 dan SDN Depok Baru 07) Kota Depok
dengan jumlah sampel 116 orang murid kelas 4 dan 5 yang dipilih secara simple
random sampling. Kriteria inklusi responden adalah : Anak usia sekolah (9
sampai 11tahun), bisa membaca dan menulis, bersedia menjadi responden, anak
yang sudah melampaui masa perkambangan usia pra sekolah (dengan indikator usia
anak).
Sekolah
Dasar yang digunakan untuk penelitian adalah sebagai berikut: di Kelurahan
Depok Jaya adalah SDN Depok Baru 4 dan SDN Depok Baru 7 sebagai kelompok
intervensi 1, SDN Depok Baru 3 dan SDN Jaya 3 sebagai kelompok kontrol,
sedangkan di Kelurahan Depok adalah SDN Depok 3 dan SDN Depok 4 sebagai
kelompok intervensi 2. Waktu penelitian dimulai dari Bulan April 2011 sampai
Bulan Juni 2011. Kuesioner yang digunakan pada penelitian ini terdiri dari
empat kuesioner: kuesioner A (data demografi), kuesioner B (pengetahuan anak usia
sekolah tentang stimulasi anak usia sekolah), kuesioner C (kemampuan psikomotor
anak usia sekolah dalam melakukan stimulasi perkembangan), dan kuesioner D
(perkembangan industri anak usia sekolah). Analisis bivariat yang digunakan
adalah independent t-test, paired t-test, dan chi square. Analisis
multivariat menggunakan uji Anova dan regresi linier ganda.
Hasil
Karakteristik
usia anak sekolah keseluruhan memiliki rata-rata usia 9,97 tahun dengan usia
termuda 9 tahun dan tertua 11 tahun. Jenis kelamin yang terbanyak adalah
laki-laki sejumlah 58 orang (74,4%). Pendidikan orang tua yang terbanyak adalah
pendidikan tinggi sejumlah 72 orang (78,1%). Orang tua yang bekerja sebanyak 69
orang (56,5%) dan jumlah saudara kandung yang terbanyak adalah lebih dari 3 orang
sebanyak 65,4% dari keseluruhan responden.
Setelah
dilakukan TKT anak sekolah pada anak-orang tua (kelompok intervensi 1) dan
anak-guru (kelompok intervensi 2) didapatkan pengetahuan anak usia sekolah pada
kelompok intervensi 1 adalah 33,95 (97 %), kelompok intervensi 2 sebesar 32,87
(93,91%) dan kelompok kontrol sebesar 31,33 (89,51%) dengan nilai p-value <
0,05 yang dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan bermakna tindakan TKT pada
ketiga kelompok.
Kemampuan
psikomotor anak usia sekolah dalam menstimulasi perkembangannya adalah setara
pada ketiga kelompok setelah dilakukan TKT. Hasil yang didapat pada kelompok
intervensi 1 adalah 87,54 (72,95 %), kelompok intervensi 2 sebesar 94,55
(78,79%), sedangkan pada kelompok kontrol sebesar 80,45 (67.04%) dengan nilai p-value
< 0,05, maka dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan yang sangat bermakna
peningkatan kemampuan psikomotor dalam menstimulasi perkembangan industri di
antara ketiga kelompok.
Hasil
penelitian TKT menunjukkan adanya peningkatan yang bermakna antara perkembangan
industri anak sebelum dan setelah mendapatkan TKT anak sekolah pada kelompok
intervensi 1 sebesar 77,62 (77,62%), kelompok intervensi 2 83,61 (83,61%)
sehingga meningkat secara bermakna bila dibandingkan dengan kelompok yang tidak
mendapatkan TKT (Grafik 3). Karakteristik anak usia sekolah yang berkontribusi
terhadap pengetahuan, kemampuan psikomotor dan perkembangan usia industri anak
usia sekolah adalah usia. Pengaruh usia terhadap pengetahuan anak setelah
dikontrol oleh variabel lain adalah sebesar 28 % (intervensi 1) dan 27 %
(intervensi 2). Pengaruh usia anak terhadap kemampuan psikomotor anak adalah
sebesar 49% (intervensi 1) dan 45% (intervensi 2). Pengaruh usia terhadap
perkembangan industri anak setelah dikontrol variabel lain adalah sebesar 43%
(intervensi 1) dan 55% (intervensi 2).
Contoh Kasus 2
Perempuan paruh baya mengalami banyak perubahan
psikososial yang dapat mempengaruhi perkembangannya sehingga diperlukan upaya
promotif untuk meningkatkan derajat kesehatannya. Penelitian quasi
experimental dengan pendekatan prepost test with control group ini
ditujukan untuk mengidentifikasi pengaruh terapi kelompok terapeutik (TKT)
terhadap perkembangan generativitas perempuan paruh baya di Kabupaten Pinrang.
Hasil penelitian terhadap 34 orang kelompok intervensi dan 36 orang kelompok
kontrol (melalui purposive sampling) menunjukkan peningkatan
generativitas secara bermakna (p= 0,000, α= 0,05) pada kelompok intervensi dan
peningkatan secara tidak bermakna pada kelompok kontrol (p= 0,410, α= 0,05)
sebelum dan sesudah dilakukan TKT. Terapi kelompok terapeutik ini
direkomendasikan untuk dikembangkan sebagai bentuk pelayanan kesehatan jiwa
bagi perempuan paruh baya.
Contoh Kasus 3
Untuk menganalisa pengaruh tindakan keperawatan terapi
kelompok suportif terhadap Kelompok Reponden kelompok kontrol diambil dari
klien DM yang dirawat inap di Bangsal mampuan mengatasi perilaku kekerasan pada
klien skizofrenia di Rumah Sakit Dr. Amino Gondo Hutomo Semarang. Sedangkan
perlakuan yang didapatkan klien adalah tindakan keperawata terapi kelompok
suportif sebanyak empat sesi. Kuesioner yang digunakan pada penelitian ini
menggunakan kuesioner skala novaco dari novaco, Fauziah dan Putri dengan
modifikasi peneliti. Responden diseleksi dengan menggunakan kuesioner tersebut
dan bila memiliki nilai total <15 maka individu memenuhi criteria untuk
menjadi responden yaitu dengan skala marah sedang. Kriteria yang lain adalah
Usia dewasa (18 – 55 tahun) yang mampu mengisi data-data yang diberikan, bisa
membaca dan menulis, klien yang sudah dirawat selama 2 minggu di RSJ Dr. Amino
Gondohutomo Semarang, diagnosa keperawatan perilaku kekerasan (berdasarkan
catatan keperawatan), jenis obat yang di minum pasien yaitu : CPZ, HP dan THP
(berdasarkan catatan keperawatan), klien yang sudah mendapatkan TAK stimulasi
persepsi perilaku kekerasan (berdasarkan catatan keperawatan). klien yang
mengalami tingkat kemarahan sedang berdasarkan hasil screening emosi marah.
Analisis statistik yang dipergunakan yaitu univariat dan bivariat dengan
analisis korelasi pearson dan dependent-sample t-test serta Anova dengan
tampilan dalam bentuk tabel dan distribusi frekuensi.
Hasil
Hasil penelitian pada menunjukkan bahwa rata-rata
usia responden adalah 29,33 tahun dan frekuenai dirawat adalah selama 2,6 kali.
57, 1% responden berjenis kelamin laki-laki, 16,9% bekerja sebagai buruh, 50%
berpendidikan menengah (SMP), dan 54,8% responden berstatus tidak kawin. Uji
karakteristik responden menunjukkan bahwa pada 5% tidak ada perbedaan yang
signifikan karakteristik responden. Tabel 1 nilai pre test kemampuan kognitif
sebesar 18,93, untuk nilai kemampuan perilaku sebesar 51,90, sedangkan untuk
nilai kemampuan sosial sebesar 22,83. Setelah dilakukan terapi kelompok
supportif kemampuian mengatasi perilaku kekerasan mengalami peningkatan skor
perbedaan dilihat dari setel;ah diberikan terapi suportif dengan kemampuan
kognitif, kemampuan perilaku dan kemampuan sosial peningkatan dengan nilai pada
5% (p value > 0,000) pada tabel 4 artinya ada perbedaan yang signifikan
antara kemampuan mengatasi perilaku kekerasan dengan permberian terapi kelompok
suportif.
Hasil screening menunjukkan bahwa kebanyakan klien
berada pada tingkat emosi sedang
dan
beberapa yang mengalami emosi kurang dan buruk dilaporkan kebagian keperawatan untuk
ditindaklanjuti. Kondisi ini perlu ditangani, salah satunya dengan memberikan terapi
kelompok suportif bagi klien perilaku kekerasan. Pemberian terapi kelompok
suportif berdampak respon perilaku yang cukup besar.
Terapi
kelompok suportif merupakan sala satu jenis terapi kelompok untuk merubah perilaku,
perubahan perilaku dilatih melalui tahapan-tahapan tertentu sehingga perubahan perilaku
yang diharapkan akan lebih mudah dilakukan klien. Gambaran perilaku yang akan
dipelajari, memperlajari perilaku baru melalui petunjuk dan demonstrasi, role
play yaitu mempraktekkan perilaku baru dengan memberikan umpan balik dan mengaplikasikan
perilaku baru dalam situasi nyata. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan
oleh Miller dan Harsen (1997) menyatakan bahwa perubahan perilaku yang baik
dapat dilakukan dengan tehnik asertif.
Dari penjelasan di atas menunjukkan bahwa pemberian
terapi generalis dan terapi kelompok suportif menurunkan respon perilaku lebih
besar daripada hanya dengan terapi generalis saja.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad, T. (2011, 06 20). Makalah Terapi Kelompok.
Dipetik 05 20, 2014, dari Katulumbu: http://katumbu.blogspot.com/2012/06/makalah-terapi-kelompok.html
Hapsah., Hamid, A., & Susanti, H.
(2011). Peningkatan Generatvitas Melalui Terapi Kelompok pada Perempuan Paruh
Baya. Program Studi Magister Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia.
Hidayati, E. (2012). Pengaruh
Terapi Kelompok Suportif terhadap Kemampuan Mengatasi Perilaku Kekerasan Pada
Klien Skizofrenia di Rumah Sakit Jiwa Dr. Amino Gondohutomo Kota Semarang. Seminar
Hasil-Hasil Penelitian – LPPM UNIMUS .
Istiana, D., Keliat,
B. A., & Nuraini, T. (2011). Terapi Kelompok Terapeutik Anak Usia Sekolah
pada Anak-Orang Tua dan Anak-Guru Meningkatkan Perkembangan Mental Anak Usia
Sekolah. Jurnal Ners Vol. 6 No. 1 , 94-100.
Sihotang, L. (2011). Pengaruh
Terapi Aktivitas Kelompok Stimulasi Persepsi Terhadap Kemampuan Mengontrol.
Medan: USU: Tidak diterbitkan.
Suharto, E. (2002). Pekerjaan
Sosial di Dunia Industri. Bandung: Alfabeta.
Tugas ini disusun oleh :
Annisa Muslimah (10511966)
Gustia Rahmi (13511117)
Yuni Andayani (17511660)
Gustia Rahmi (13511117)
Yuni Andayani (17511660)
3PA08
0 komentar:
Posting Komentar